Petung Papak Wagir


Amalkan Pancasila Mulai Diri Sendiri

Melanjutkan kegitan Ngaji Pancasila, pada hari Sabtu 25 Juni, bertempat di Rumah Tarmuji pada pukul 19.15 di awali oleh Sujud Pribadi memberikan makna berkehidupan Pancasila, dinginnya malam yang cukup menggigit tidak menjadikan para undangan khusunya warga desa Sidodadi meninggalkan tempat. Suasana yang penuh semangat menjadikan sekitar 70-an warga yang memiliki rasa kangen pada Bupati yang telah menyelesaikan tugasnya pada tahun 2010 lalu menjadi terhibur

Kusnadi yang menjadi pembicara ke dua mengingatkan rasa kebersamaan warga dalam gotong-royong saat membangun jalan aspal di dusun ini, tidak ketinggalan pula memori saat bersama-sama basah kuyub dalam Truk saat bersama melakukan kegiatan di Sumbermanjing. Herman H pada giliran ke tiga menyampaikan bahwa dimata Allah semua orang sama hanya ketakwaanlah yang membedakan karena seorang pejabat pada saatnya akan berhenti, orang yang kuatpun dapat menjadi sakit sehingga masyarakat didorong untuk bisa bekerja bersama-sama dengan pemerintahan yang sah dan mengkritisi kebijakan yang ada sesuai proporsinya.

Setelah Carik desa menyampaikan pandangannya tentang rasa nasionalisme ditutup oleh Sujud pribadi dengan menekankan rasa jujur dalam bekerja, keyakinan pada Tuhan yang Maha Esa

Pesan Tersirat :

Check
Read More … Petung Papak Wagir

Karang Tengah Kromengan


Amalkan Pancasila Mulai Diri Sendiri

Hari Rabu tanggal 22 juni 2011, di Rumah Kamituwo Dusun Karang tengah Desa Ngadirejo Kecamatan Kromengan tepatnya di Bp Mariadi dilaksanakan Pengajian Pancasila.

Acara yang dihadiri oleh kurang lebih 200 orang ini menjadi salah satu dari rangkaian cara Paguyuban Nasionalis kabupaten Malang. Dalam acara ini dihadiri pula oleh Kades Ngadirejo, Ketua DPRD Hari Sasongko, Tokoh masyarakat Sujud Pribadi. Dari Kecamatan Wonosari Tampak Gatot, Pakisaji diwakili Kusnadi dan Purnomo, tampak pula Herman Hidayat dari Kec. Kepanjen dan masih banyak dari Kecamatan lain seperti Ngantang, Kasembon, Poncokusumo, Dampit, Turen, Pagak dan sebagainya. Sebagai pembicara adalah Tokoh Djati Kusumo

Dalam Acara yang diawali menyanyikan Lagu "Indonesia Raya" dilanjutkan perkenalan dari Kusnadi yang menyampaikan mulai lunturnya nilai nilai pancasila di masyarakat sehingga kurangnya rasa hormat siswa kepada gurunya, Purnomo dengan bahasa jawanya menyampaikan harapan kehidupan kerukunan bagi para hadirin, selanjutnya kepala desa menyampaikan ucapan terimakasih kedatangan Sujud Pribadi yang pada masa jabatannya yang lampau telah membantu mewujudkan pengaspalan di dusun ini. Herman yang diberi kesempatan menyampaikan perkenalan mengatakan, terjadinya rongrongan pada pancasila dengan adanya pengumpulan siwa-siswi SMP dan SMA di salah satu rumah makan di kepanjen yang isinya larangan menghormati bendera negara menunjukkan adanya pihak-pihak yang ingin merusak persatuan dan kesatuan dan harapan agar masyarakat membantu pemerintah Desa yang terpilih walau pada pilihan kemarin tidak mendukung Kades terpilih.

Hari Sasongko sebagai nara sumber menyampaikan sejarah Soekarno semenjak kelahirannya, sekolah SD dan SMP di Mojokerto, HBS (sekarang SMA Komplek Wijaya Kusuma)di Surabaya kemudian ke Technische Hoge School (sekarang ITB) dan mulai perjalanan politiknya saat bertemu seorang petani bernama Marhaen hingga di penjara di berbagai tempat dan sampai akhirnya memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, Cerita tentang meninggalnya Bung Karno
dalam kesepian karena larangan kehadiran keluarganya disaat-saat terakhirnya membawa suasana haru.

Pembicara terakhir adalah Djati Kusumo, malam itu dikupasnya Pancasila dari sila pertama hingga ke lima dengan nuansa keagamaan berdasar hadist dan suasana sebagai orang jawa membawa pemahaman tentang pancasila seutuhnya. Disampaikan pula bahwa dari sila Ketuhanan Yang maha Esa menunjukkan keluhuran bangsa Indonesia disaat bangsa-bangsa lain belum memiliki peradaban. Tak kurang dari lima kali standing applause disaat dirinya mengobarkan semangat nasionalisme pada hadirin.

Sujud Pribadi dalam sambutannya menyampaikan "keberhasilan diawali dengan kerukunan", dan diapun mengingatkan agar tetap setia pada Pancasila dan Undang-undang, membantu pemerintah dan bahu membahu membangun desa. Dia pun mengatakan bahwa ternyata dengan kegotong-royongan masyarakat acara yang dihadiri cukup besar warga ini dapat terlaksana walau tidak ada yang membiayai, semua itu karena gotong-royong diantara warga dusun karang tengah.

Pesan Tersirat : Bersatu karena kuat dan kuat karena bersatu

Check
Read More … Karang Tengah Kromengan

Pancasila Itu Ajaran Ilahi

Amalkan Pancasila Mulai Diri Sendiri

Pancasila sebagai Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia telah diakui oleh Panji Gumilang, Pemimpin Pondok Pesantren Al Zaytun, Selasa (14/6/2011), seperti dilansir dalam situs "keluarga-madinah".
Pesantren ini pada hari tersebut kedatangan tamu Panglima III/Siliwangi Mayor Jenderal Moeldoko.
 
Dalam acara silaturahmi tersebut Panji mengutarakan pendapatnya mengenai lima nilai yang terkandung dalam Pancasila yakni ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. "Lima nilai adalah ajaran ilahi yang turun dari Sang Pencipta. Siapa yang berani meragukan itu? Saya tidak berani," ujar Panji di muka para tamu.

Isyarat tersebut dikeluarkan Panji sebagai reaksi atas sikap bermusuhan yang ditujukan kepada Ponpes Al Zaytun yang  dikaitkan dengan gerakan Negara Islam Indonesia (NII) Komandemen Wilayah IX yang bertujuan mengganti dasar negara Indonesia.


Pesan Tersirat : Bahkan Pondok AL-ZAYTUN pun "mengakui" tentang kebenaran ajaran PANCASILA

Check
Read More … Pancasila Itu Ajaran Ilahi

Benarkah PANCASILA Bernasib Sial

Amalkan Pancasila Mulai Diri Sendiri

Pancasila itu memang sial. Oleh para kuratornya hanya dibahas, didiskusikan, diseminarkan, ditatarkan setelah itu dimasukkan ke dlm almari akademik.
Dijadikan referensi oleh para sarjana / calon sarjana S1, S2 dst. Beliau2 itu tdk mempunyai kepentingan apakah PS itu perlu diimplementasikan atau tdk.

Asal DISERTASINYA ttg PS dpt nilai cum laude, beres. Nah di forum inilah seorang Abdul Azis bermimpi untuk mengangkat kembali BARANG ROSOKAN yg bernama BUTIR BUTIR Pancasila itu dicoba untuk diolah menjadi BARANG ANTIK yg bernilai tinggi.


Sebuah tulisan bahan diskusi yang menarik untuk dapat di ikuti, detl selanjutnya dapat diikuti di : http://www.facebook.com/topic.php?uid=103732489690136&topic=102
Pesan Tersirat : Bagaimana menurut anda ?
Check
Read More … Benarkah PANCASILA Bernasib Sial

Bahkan Ulama Lebanon Puji Pancasila

Pancasila untuk DUNIA
Amalkan Pancasila Mulai Diri Sendiri


Ulama Lebanon Syeikh Ali Zainuddin menyatakan kekagumannya atas peran Pancasila dalam mempersatukan bangsa Indonesia yang beragam suku dan agama.

"Filsafat Pancasila sebagai panduan dan pedoman masyarakat sehingga mampu menciptakan kerukunan hidup umat dari berbagai latar belakang suku agama, budaya dan bahasa di Indonesia," kata Syeikh Zainuddin dalam pertemuan dengan Duta Besar RI untuk Lebanon, Dimas Samodra Rum di Shouf, wilayah di sebelah timur Ibu Kota Beirut.

Syeikh Zainuddin yang juga Ketua Al-Irfan Foundation, salah satu Yayasan Sosial masyarakat Muslim Druz di Lebanon, mengungkapkan bahwa pihaknya mendapat penjelasan tentang Pancasila itu dari beberapa ulama Lebanon yang baru-baru ini berkunjung ke Indonesia, demikian siaran pers Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) untuk Lebabon yang diterima ANTARA Kairo.

"Saya banyak mendapatkan pelajaran tentang Indonesia dari Syeikh Sami Abil Mona dan Syeikh Sami Abdul Khalik, keduanya utusan komunitas Druz yang berpartisipasi pada Dialog Lintas Agama II di Malang, Indonesia pada Februari 2011 lalu," terang Sheikh Ali Zainuddin.

Sheikh Ali juga berharap agar Lebanon --yang pernah dilanda perang saudara akibat konflik sektarian-- dapat meniru Indonesia dalam menjalankan kehidupan masyarakat dan pemerintahan yang bersatu.

Disebutkan, Indonesia mampu mengedepankan citra Muslim yang ramah, toleran dan sejalan dengan demokrasi, sehingga menjadi modal utama umat Islam dalam mengangkat citra Islam di mata dunia internasional.

Dubes Dimas mengatakan, dalam pertemuan tersebut juga disepakati rencana pengembangan kerja sama antara Indonesia dengan masyarakat Druz melalui pemanfaatan potensi masing-masing.

"KBRI dan Sheikh Syeikh Zainuddin sepakat bahwa potensi masing-masing di bidang ekonomi dan perdagangan dapat dieksplorasi untuk pengembangan kerja sama nyata pada masa depan," ungkap Dubes Dimas Samodra Rum.

Masyarakat Druz bermukim di sepanjang dataran tinggi Shouf yang merupakan tanah pertanian subur. Sebagian besar masyarakatnya merupakan para petani anggur dan pohon Zaitun.

Kedua pihak dapat menjajaki kerja sama di bidang perdagangan dan berbagi pengalaman dan keahlian bercocok-tanam.

Kekaguman Sheikh Ali juga tercermin dari sambutan masyarakat Druz yang menerima kehadiran rombongan KBRI Beirut dengan antusias.

"Saat tiba di salah satu sekolah di wilayah Shouf, para siswa menyambut kami dengan lambaian bendera Indonesia dan Lebanon serta mengumandangkan lagu Indonesia Raya," ungkap Ahmad Syofian, Sekretaris Ketiga Pensosbud KBRI Beirut.

Syofian menjelaskan, pihak sekolah juga menampilkan video tentang aneka daerah pariwisata di Indonesia seperti Bali, Raja Ampat (Papua), Bandung, dan Lombok.

Druz -- dalam bahas Arab Durzi -- adalah sebuah sekte Syiah yang muncul pada abad 11 Masehi di Irak saat Pemerintahan Islam Syiah, Bani Fathimiyah.

Saat ini masyarakat Druz tersebar di beberapa wilayah termasuk Lebanon, Suriah dan Israel. Druz lebih senang menyebut kelompoknya dengan "Al Muwahhidin", orang-orang yang mengesakan Tuhan.

Pesan Tersirat : Indonesia mampu mengedepankan citra Muslim yang ramah, toleran dan sejalan dengan demokrasi,

Sumber : http://oase.kompas.com/read/2011/05/10/02145026/Ulama.Lebanon.Puji.Pancasila

Check
Read More … Bahkan Ulama Lebanon Puji Pancasila

NII Masih Berbahaya


Amalkan Pancasila Mulai Diri Sendiri

Seperti banyak diberitakan media beberapa waktu lalu, NII juga muncul di Malang. Terkait perkembangan NII yang dianggap sangat berbahaya ini, forum pimpinan daerah Kab. Malang bersama para ulama dan insan pendidikan melakukan rapat koordinasi yang membahas faham NII. Kegiatan ini dilangsungkan di Ruang Anusapati kemarin sore (14/6).

“Keberadaan NII harus diantisipasi oleh kita semua, termasuk pemerintah. Menurutnya, NII yang sekarang jelas berbeda dengan NII zaman dahulu (pasca kemerdekaan). Perbedaan ini adalah dalam hal tujuan. Namun, NII yang ada saat ini tujuannya tidak mendirikan negara, tapi mengumpulkan massa dan penggalangan dana. Malang yang menjadi anggota NII.

Pertemuan ini juga dihadiri oleh salah satu korban NII. Dia merupakan mahasiswi semester II Universitas Muhammadiyah Malang yang sempat “ikut” menjadi warga NII. Fitri mengaku dicekoki bergam faham dan anjuran-anjuran untuk meninggalkan negara Indonesia karena dianggap saat ini seperti orang kafir. Fitri yang awalnya bertemu seseorang di food courts Matos ini kemudian dengan singkat percaya dan mau mengikuti anjuran orang tersebut.

Meski tidak mau, orang-orang NII menyuruh Fitri yang asli Pontianak ini untuk meminta uang kepada orang tuanya dengan alasan menghilangkan laptop milik teman. Selama tiga hari di Jakarta, dia kemudian memutuskan untuk keluar dari cengkeraman NII. Namun, saya tidak kuasa untuk keluar dari jeratan orang ini,” sesal Fitri yang mengaku bahwa dirinya masih berada dalam kondisi sadar sejak pertama berkenalan dengan oknum NII di Matos ini.

Dari perkembangan selanjutnya, mahasiswa berjilbab ini kemudian mengetahui bahwa penerima dana itu adalah orang Jogjakarta. Di Jakarta inilah dia di Baiat sebanyak 9 kali. Sikap Muspida, Ulama dan Bupati

Rata-rata modusnya melalui diskusi yang mengarah pada keagamaan. Pihak kepolisian juga menganjurkan saat ini agar berbagai pihak untuk bekerjasama mengantisipasi masuknya NII. Serta tidak lupa pada pendekatan santri di ponpes.

Kami sangat ingin dan mendukung pemberantasan organisasi ini. “Kami melihat, mereka telah menganggap saat ini sama seperti di zaman nabi dulu sehingga menganggap kita (bukan NII) adalah orang kafir. Tapi itu tidak sesuai dengan ajaran Islam yang sesungguhnya,” ucap Abdul Manan. Mereka ingin ada sikap dan tindakan tegas dari pemerintah.

Seluruh ormas ini juga bertekad akan terus giat mengawasi dan membina warganya untuk tetap mengikuti ajaran Islam yang benar. Terlebih warga Nahdliyin yang jumlahnya di Kab. Malang lebih dari 2 juta orang. Namun, mereka juga ingin adanya sosialisasi yang berkesinambungan menanggapi masalah ini. Namun kebijakan selanjutnya (berdasarkan pertimbangan yang matang) berada pada pusat yang akan diteruskan melalui gubernur.

Sejarah Berdirinya NII

Negara Islam Indonesia (NII) yang kemunculannya oleh berbagai pihak dituding sebagai akibat dari merasa sakit hatinya kalangan Islam dan bersifat spontanitas. Institut shuffah yang didirikan telah melahirkan pembela-pembela Islam dengan ilmu Islam yang sempurna dan keimanan yang teguh. Laskar inilah yang pada akhirnya menjadi Tentara Islam Indonesia (TII).


Pesan Tersirat :

Check
Read More … NII Masih Berbahaya

Nurani Pemulung dan Nasionalisme


Amalkan Pancasila Mulai Diri Sendiri

Rasa Nasionalisme tidaklah hanya dengan kepalan tangan serta teriakan Merdeka !!!, tetapi sikap kepedulian terhadap sesama warga negara.

  • Pengaruh negatif globalisasi terhadap nilai- nilai nasionalisme

    1. Globalisasi mampu meyakinkan masyarakat Indonesia bahwa liberalisme dapat membawa kemajuan dan kemakmuran. Sehingga tidak menutup kemungkinan berubah arah dari ideologi Pancasila ke ideologi liberalisme. Jika hal tesebut terjadi akibatnya rasa nasionalisme bangsa akan hilang

    2. Mayarakat kita khususnya anak muda banyak yang lupa akan identitas diri sebagai bangsa Indonesia, karena gaya hidupnya cenderung meniru budaya barat yang oleh masyarakat dunia dianggap sebagai kiblat.

    3. Mengakibatkan adanya kesenjangan sosial yang tajam antara yang kaya dan miskin, karena adanya persaingan bebas dalam globalisasi ekonomi. Hal tersebut dapat menimbulkan pertentangan antara yang kaya dan miskin yang dapat mengganggu kehidupan nasional bangsa.

    4. Munculnya sikap individualisme yang menimbulkan ketidakpedulian antarperilaku sesama warga. Dengan adanya individualisme maka orang tidak akan peduli dengan kehidupan bangsa.

Pengaruh- pengaruh di atas memang tidak secara langsung berpengaruh terhadap nasionalisme. Akan tetapi secara keseluruhan dapat menimbulkan rasa nasionalisme terhadap bangsa menjadi berkurang atau hilang.

berikut adalh sebuah cerita tentang hilangnya rasa kepedulian

Di ambil dari milis. Sebab, mereka tahu bahwa seorang pemulung bernama Supriono (38 thn) tengah menggendong mayat anak, Khaerunisa (3 thn).
Supriono akan memakamkan si kecil di Kampung Kramat, Bogor dengan menggunakan jasa KRL. Tapi di kantor polisi, Supriono mengatakan si anak tewas karena penyakit muntaber. Polisi belum langsung percaya dan memaksa Supriono membawa jenazah itu ke RSCM untuk diautopsi.

Di RSCM, Supriono menjelaskan bahwa Khaerunisa sudah empat hari terserang muntaber. Dia sudah membawa Khaerunisa untuk berobat ke Puskesmas Kecamatan Setiabudi. “Saya hanya sekali bawa Khaerunisa ke puskesmas, saya tidak punya uang untuk membawanya lagi ke puskesmas, meski biaya hanya Rp 4.000,- saya hanya pemulung kardus, gelas dan botol plastik yang penghasilannya hanya Rp 10.000,- per hari”. Ujar bapak 2 anak yang mengaku tinggal di kolong perlintasan rel KA di Cikini itu.
Supriono hanya bisa berharap Khaerunisa sembuh dengan sendirinya. Khaerunisa meninggal di depan sang ayah, dengan terbaring di dalam gerobak yang kotor itu, di sela-sela kardus yang bau. Supriono dan Muriski termangu. Khaerunisa masih terbaring di gerobak. Supriono mengajak Musriki berjalan menyorong gerobak berisikan mayat itu dari Manggarai hingga ke Stasiun Tebet, Supriono berniat menguburkan anaknya di kampong pemulung di Kramat, Bogor. Pukul 10.00 yang mulai terik, gerobak mayat itu tiba di Stasiun Tebet.
Yang tersisa hanyalah sarung kucel yang kemudian dipakai membungkus jenazah si kecil. Dengan menggandeng si sulung yang berusia 6 thn, Supriono menggendong Khaerunisa menuju stasiun. Lalu dijelaskan oleh Supriono bahwa anaknya telah meninggal dan akan dibawa ke Bogor spontan penumpang KRL yang mendengar penjelasan Supriono langsung berkerumun dan Supriono langsung dibawa ke kantor polisi Tebet. Polisi menyuruh agar Supriono membawa anaknya ke RSCM dengan menumpang ambulans hitam.

Sambil memandangi mayat Khaerunisa yang terbujur kaku. Beberapa warga yang iba memberikan uang sekadarnya untuk ongkos perjalanan ke Bogor.

Para pedagang di RSCM juga memberikan air minum kemasan untuk bekal Supriono dan Muriski di perjalanan.

“Peristiwa itu adalah dosa masyarakat yang seharusnya kita bertanggung jawab untuk mengurus jenazah Khaerunisa.

sumber : http://forum.vivanews.com/showthread.php?t=24878

Pesan Tersirat : "Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara" sebagaimana tercantum dalam UUD45 BAB XIV Pasal 34 UUD 45. Masihkah Berlaku dan kemana nurani aparat

Check
Read More … Nurani Pemulung dan Nasionalisme

Bung Hatta dan Sepatu Bally

Amalkan Pancasila Mulai Diri Sendiri

Pada tahun 1950-an, Bally adalah sebuah merek sepatu yang bermutu tinggi dan tentu tidak murah. Bung Hatta, Wakil Presiden pertama RI, berminat pada sepatu Bally. Ia kemudian menyimpan guntingan iklan yang memuat alamat penjualnya, lalu berusaha menabung agar bisa membeli sepatu idaman tersebut.
Namun, uang tabungan tampaknya tidak pernah mencukupi karena selalu terambil untuk keperluan rumah tangga atau untuk membantu kerabat dan handai taulan yang datang kepadanya untuk meminta pertolongan. Hingga akhir hayatnya, sepatu Bally idaman Bung Hatta tidak pernah terbeli karena tabungannya tak pernah mencukupi.

Yang sangat mengharukan dari cerita ini, guntingan iklan sepatu Bally itu hingga Bung Hatta wafat masih tersimpan dan menjadi saksi keinginan sederhana dari seorang Hatta. Jika ingin memanfaatkan posisinya waktu itu, sebenarnya sangatlah mudah bagi Bung Hatta untuk memperoleh sepatu Bally. Misalnya, dengan meminta tolong para duta besar atau pengusaha yang menjadi kenalan Bung Hatta.
“Namun, di sinilah letak keistimewaan Bung Hatta. Ia tidak mau meminta sesuatu untuk kepentingan sendiri dari orang lain. Bung Hatta memilih jalan sukar dan lama, yang ternyata gagal karena ia lebih mendahulukan orang lain daripada kepentingannya sendiri”, kata Adi Sasono, Ketua Pelaksana Peringatan Satu Abad Bung Hatta. Pendeknya, itulah keteladanan Bung Hatta, apalagi di tengah carut-marut zaman ini, dengan dana bantuan presiden, dana Badan Urusan Logistik, dan lain-lain.
Bung Hatta meninggalkan teladan besar, yaitu sikap mendahulukan orang lain, sikap menahan diri dari meminta hibah, bersahaja, dan membatasi konsumsi pada kemampuan yang ada. Kalau belum mampu, harus berdisiplin dengan tidak berutang atau bergantung pada orang lain. Seandainya bangsa Indonesia dapat meneladani karakter mulia proklamator kemerdekaan ini, seandainya para pemimpin tidak maling, tidak mungkin bangsa dengan sumber alam yang melimpah ini menjadi bangsa terbelakang, melarat, dan nista karena tradisi berutang dan meminta sedekah dari orang asing.


Pesan Tersirat :

Check


Pesan Tersirat :

Check
Read More … Bung Hatta dan Sepatu Bally

Revisi UU Sisdiknas

Amalkan Pancasila Mulai Diri Sendiri


Dengan tidak adanya pengajaran materi Pancasila sehingga tidak mengejutkan ketika kurun waktu terakhir banyak persoalan di negeri ini yang melenceng dari nilai-nilai Pancasila dan mengancam NKRI.
GM FKPPI menganggap pewajiban pengajaran Pancasila adalah hal penting agar tidak muncul kelompok atau ormas yang ideologi bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. “GM FKPPI akan berada di garis paling depan untuk mempertahankan NKRI dan menjaga ideologi Pancasila,” tegasnya.

Sementara itu, Gubernur Jatim Soekarwo mendukung komitmen GM FKPPI tersebut karena saat ini nilai-nilai Pancasila mulai terkikis.”Saya bangga dengan GM FKPPI yang peduli untuk menjaga nilai-nilai Pancasila,” katanya.
Pak De Karwo, sapaan akrabnya, memuji peran serta GM FKPPI yang menjaga kemurnian Pancasila dan keutuhan NKRI dan hal itu dapat dirasakan dengan adanya kenyamanan dan keamanan di wilayah Jatim. Oleh karena itu, kegiatan Diklatsar yang dilakukan oleh GM FKPPI ini harus mendapatkan dukungan karena dapat menumbuhkan jiwa-jiwa kebangsaan.
Terpisah, Agus Suryanto mengakui kalau selam 13 tahun GM FKPPI vakum. Dan yang perlu diketahui bahwa GM FKPPI ini adalah rumah bersama bukan partai politik,” tegasnya.


Pesan Tersirat :

Check
Read More … Revisi UU Sisdiknas

Soekarno, Pancasila dan Iwan Fals

Tautan
Amalkan Pancasila Mulai Diri Sendiri
Oleh: Set Wahedi *)

SOEKARNO merupakan sosok yang inspiratif. Sepak terjangnya sebagai politisi, bukan produk karbitan. Sejak kecil, Soekarno sudah memiliki karakter pemimpin. Dia pemberani. Suka memanjat pohon. Berulang kali dia pernah jatuh, dan berulang pula dia bangkit.
Kenangan di atas, diungkapkan Peter A. Rohi, direktur Soekarno Institut, dalam diskusi "Mengurai Gagasan Soekarno dan Iwan Fals tentang Orang Indonesia" yang diselenggarakan Badan Pengurus Kota Orang Indonesia Surabaya (BPK OI) di kafe Elbow (5/6) lalu.

Lebih jauh, pria paruh baya dengan rambut dikuncir di belakang ini menambahkan, "Gagasan marhaen yang diusung Soekarno, juga tidak lahir begitu saja. Soekarno, semasa kecilnya, sudah suka main di sawah. Tubuhnya penuh Lumpur. Di masa dewasanya, Soekarno memiliki teman petani. Wagiman, namanya. Soekarno memiliki kesan yang kuat pada Wagiman ini. Beliau berkata, meski Wagiman dan rumahnya compang-camping, tapi hatinya sungguh penuh berkat".

Kenangan serupa juga diungkapkan Muhaji. Dia ini menegaskan kembali, bahwa revolusi belum selesai. Kita masih jauh dari harapan untuk mengisi taman di seberang jembatan emas kemerderkaan. Selain pentingnya revolusi, yang lebih ditekankan pada pentingnya perubahan ke arah yang lebih baik.

Eks aktivis 98, ini juga mengingatkan kita akan hilangnya nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bernegara dan berbangsa di negeri ini. Terutama para elite politik.

"Masih banyak keputusan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Pemerintah hanya bisa membagi-bagikan uang, tapi tidak bisa memberdayakan masyarakat. Masyarakat hanya disuruh memproduksi. Sedang produksi mau diapakan, pemerintah kebingungan. Pemerintah belum sepenuhnya memahami lima sila Pancasila. Terutama keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Banyak kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat," tandasnya.

Kalau Soekarno dikenal sebagai pemimpin yang berani, penuh inspiratif, lewat ide, gaya kepemimpinannya dan kedaulatan politiknya, Iwan Fals dikagumi karena suara kritisnya. Lagu-lagu Iwan Fals telah menjadi api semangat bagi sebagian besar masyarakat. Setiap konsernya selalu dipenuhi penonton. Mulai dari mahasiswa, karyawan, buruh, tukang becak, preman, maling, copet, pengamen dan jenis lainnya.

"Lagu-lagu Iwan Fals tidak hanya kritis. Tapi memiliki aura yang menggetarkan jiwa. Lagu-lagu tak hanya sekadar mengutuk. Tapi juga berbicara kemanusiaan," urai Zainul, anggota organisasi massa Iwan Fals, Orang Indonesia Surabaya.

Lebih lanjut, tentang Iwan Fals dan kehidupan berbangsa-bernegara, guru musik ini menegaskan, bahwa lagu-lagu Iwan Fals, coba mengawal jalannya pemerintahan. Menyuarakan berbagai bentuk kelaliman. Serta menentang dan mengutuk segala ketidak-adilan dan kesewenang-wenangan.

Tapi satu hal yang perlu digarisbawahi, Soekarno dan Iwan Fals 'besar' bukan karena citranya. Mereka besar karena ide, dan keberaniannya. Ide untuk memikirkan nasib negara, bangsa, dan kemanusiaan. Berani untuk mengatakan tidak pada segala bentuk ketidak-adilan dan kesewenang-wenangan.

"Soekarno adalah pemimpin masa. Dan Iwan Fals adalah penyanyi masa. Keduanya sama-sama besar dan penuh inspiratif. Hanya ruang dan waktu mereka yang berbeda," pungkas Peter A. Rohi di penghujung acara. (*)

*) Pegiat di dbuku bibliopolis)

Sumber : http://www.pdiperjuangan-jatim.org/v03/index.php?mod=berita&id=4412

Pesan Tersirat :Memperjuangkan masyarakat dapat dilakukan dari niatnya, karena yang lain adalah cara mencapai

Check
Read More … Soekarno, Pancasila dan Iwan Fals

Dahsyatnya Pidato Habibie tentang Pancasila

Amalkan Pancasila Mulai Diri Sendiri

Berikut ini isi teks pidato lengkap Habibie yang disampaikan dalam acara yang digelar di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (1/6/2011).
Mantan Presiden BJ Habibie mengungkapan secara tepat analisanya mengenai penyebab nilai-nilai Pancasila yang seolah-olah diabaikan pasca era reformasi, bahkan lebih hebat dari yang lain. Tak ada Hujatan walau hanya berupa sindiran, tidak menyangkut Partisan semata-mata pidato "Anak Bangsa" apapun kelompok, golongan, Suku, Ras

Berikut Kutipan Pidato tersebut :
Assalamu ‘alaikum wr wb, salam sejahtera untuk kita semua.

Hari ini tanggal 1 Juni 2011, enam puluh enam tahun lalu, tepatnya 1 Juni 1945, di depan sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Bung Karno menyampaikan pandangannya tentang fondasi dasar Indonesia Merdeka yang beliau sebut dengan istilah Pancasila sebagai philosofische grondslag (dasar filosofis) atau sebagai weltanschauung (pandangan hidup) bagi Indonesia Merdeka.

Selama enam puluh enam tahun perjalanan bangsa, Pancasila telah mengalami berbagai batu ujian dan dinamika sejarah sistem politik, sejak jaman demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin, era Orde Baru hingga demokrasi multipartai di era reformasi saat ini. Di setiap jaman, Pancasila harus melewati alur dialektika peradaban yang menguji ketangguhannya sebagai dasar filosofis bangsa Indonesia yang terus berkembang dan tak pernah berhenti di satu titik terminal sejarah.

Sejak 1998, kita memasuki era reformasi. Di satu sisi, kita menyambut gembira munculnya fajar reformasi yang diikuti gelombang demokratisasi di berbagai bidang. Namun bersamaan dengan kemajuan kehidupan demokrasi tersebut, ada sebuah pertanyaan mendasar yang perlu kita renungkan bersama: Di manakah Pancasila kini berada?

Pertanyaan ini penting dikemukakan karena sejak reformasi 1998, Pancasila seolah-olah tenggelam dalam pusaran sejarah masa lalu yang tak lagi relevan untuk disertakan dalam dialektika reformasi. Pancasila seolah hilang dari memori kolektif bangsa. Pancasila semakin jarang diucapkan, dikutip, dan dibahas baik dalam konteks kehidupan ketatanegaraan, kebangsaan maupun kemasyarakatan. Pancasila seperti tersandar di sebuah lorong sunyi justru di tengah denyut kehidupan bangsa Indonesia yang semakin hiruk-pikuk dengan demokrasi dan kebebasan berpolitik.

Mengapa hal itu terjadi? Mengapa seolah kita melupakan Pancasila?

Para hadirin yang berbahagia,

Ada sejumlah penjelasan, mengapa Pancasila seolah "lenyap" dari kehidupan kita. Pertama, situasi dan lingkungan kehidupan bangsa yang telah berubah baik di tingkat domestik, regional maupun global. Situasi dan lingkungan kehidupan bangsa pada tahun 1945 -- 66 tahun yang lalu -- telah mengalami perubahan yang amat nyata pada saat ini, dan akan terus berubah pada masa yang akan datang. Beberapa perubahan yang kita alami antara lain:
(1) terjadinya proses globalisasi dalam segala aspeknya;
(2) perkembangan gagasan hak asasi manusia (HAM) yang tidak diimbagi dengan kewajiban asasi manusia (KAM);
(3) lonjakan pemanfaatan teknologi informasi oleh masyarakat, di mana informasi menjadi kekuatan yang amat berpengaruh dalam berbagai aspek kehidupan, tapi juga yang rentan terhadap "manipulasi" informasi dengan segala dampaknya.

Ketiga perubahan tersebut telah mendorong terjadinya pergeseran nilai yang dialami bangsa Indonesia, sebagaimana terlihat dalam pola hidup masyarakat pada umumnya, termasuk dalam corak perilaku kehidupan politik dan ekonomi yang terjadi saat ini. Dengan terjadinya perubahan tersebut diperlukan reaktualisasi nilai-nilai pancasila agar dapat dijadikan acuan bagi bangsa Indonesia dalam menjawab berbagai persoalan yang dihadapi saat ini dan yang akan datang, baik persoalan yang datang dari dalam maupun dari luar. Kebelum-berhasilan kita melakukan reaktualisasi nilai-nilai Pancasila tersebut menyebabkan keterasingan Pancasila dari kehidupan nyata bangsa Indonesia.

Kedua, terjadinya euphoria reformasi sebagai akibat dari traumatisnya masyarakat terhadap penyalahgunaan kekuasaan di masa lalu yang mengatasnamakan Pancasila. Semangat generasi reformasi untuk menanggalkan segala hal yang dipahaminya sebagai bagian dari masa lalu dan menggantinya dengan sesuatu yang baru, berimplikasi pada munculnya ‘amnesia nasional' tentang pentingnya kehadiran Pancasila sebagai grundnorm (norma dasar) yang mampu menjadi payung kebangsaan yang menaungi seluruh warga yang beragam suku bangsa, adat istiadat, budaya, bahasa, agama dan afiliasi politik. Memang, secara formal Pancasila diakui sebagai dasar negara, tetapi tidak dijadikan pilar dalam membangun bangsa yang penuh problematika saat ini.

Sebagai ilustrasi misalnya, penolakan terhadap segala hal yang berhubungan dengan Orde Baru, menjadi penyebab mengapa Pancasila kini absen dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Harus diakui, di masa lalu memang terjadi mistifikasi dan ideologisasi Pancasila secara sistematis, terstruktur dan massif yang tidak jarang kemudian menjadi senjata ideologis untuk mengelompokkan mereka yang tak sepaham dengan pemerintah sebagai "tidak Pancasilais" atau "anti Pancasila" . Pancasila diposisikan sebagai alat penguasa melalui monopoli pemaknaan dan penafsiran Pancasila yang digunakan untuk kepentingan melanggengkan kekuasaan. Akibatnya, ketika terjadi pergantian rezim di era reformasi, muncullah demistifikasi dan dekonstruksi Pancasila yang dianggapnya sebagai simbol, sebagai ikon dan instrumen politik rezim sebelumnya. Pancasila ikut dipersalahkan karena dianggap menjadi ornamen sistem politik yang represif dan bersifat monolitik sehingga membekas sebagai trauma sejarah yang harus dilupakan.

Pengaitan Pancasila dengan sebuah rezim pemerintahan tententu, menurut saya, merupakan kesalahan mendasar. Pancasila bukan milik sebuah era atau ornamen kekuasaan pemerintahan pada masa tertentu. Pancasila juga bukan representasi sekelompok orang, golongan atau orde tertentu. Pancasila adalah dasar negara yang akan menjadi pilar penyangga bangunan arsitektural yang bernama Indonesia. Sepanjang Indonesia masih ada, Pancasila akan menyertai perjalanannya. Rezim pemerintahan akan berganti setiap waktu dan akan pergi menjadi masa lalu, akan tetapi dasar negara akan tetap ada dan tak akan menyertai kepergian sebuah era pemerintahan!

Para hadirin yang berbahagia,

Pada refleksi Pancasila 1 Juni 2011 saat ini, saya ingin menggarisbawahi apa yang sudah dikemukakan banyak kalangan yakni perlunya kita melakukan reaktualisasi, restorasi atau revitalisasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama dalam rangka menghadapi berbagai permasalahan bangsa masa kini dan masa datang. Problema kebangsaan yang kita hadapi semakin kompleks, baik dalam skala nasional, regional maupun global, memerlukan solusi yang tepat, terencana dan terarah dengan menjadikan nilai-nilai Pancasila sebagai pemandu arah menuju hari esok Indonesia yang lebih baik.

Oleh karena Pancasila tak terkait dengan sebuah era pemerintahan, termasuk Orde Lama, Orde Baru dan orde manapun, maka Pancasila seharusnya terus menerus diaktualisasikan dan menjadi jati diri bangsa yang akan mengilhami setiap perilaku kebangsaan dan kenegaraan, dari waktu ke waktu. Tanpa aktualisasi nilai-nilai dasar negara, kita akan kehilangan arah perjalanan bangsa dalam memasuki era globalisasi di berbagai bidang yang kian kompleks dan rumit.

Reformasi dan demokratisasi di segala bidang akan menemukan arah yang tepat manakala kita menghidupkan kembali nilai-nilai Pancasila dalam praksis kehidupan berbangsa dan bernegara yang penuh toleransi di tengah keberagaman bangsa yang majemuk ini. Reaktualisasi Pancasila semakin menemukan relevansinya di tengah menguatnya paham radikalisme, fanatisme kelompok dan kekerasan yang mengatasnamakan agama yang kembali marak beberapa waktu terakhir ini. Saat infrastruktur demokrasi terus dikonsolidasikan, sikap intoleransi dan kecenderungan mempergunakan kekerasan dalam menyelesaikan perbedaan, apalagi mengatasnamakan agama, menjadi kontraproduktif bagi perjalanan bangsa yang multikultural ini. Fenomena fanatisme kelompok, penolakan terhadap kemajemukan dan tindakan teror kekerasan tersebut menunjukkan bahwa obsesi membangun budaya demokrasi yang beradab, etis dan eksotis serta menjunjung tinggi keberagaman dan menghargai perbedaan masih jauh dari kenyataan.

Krisis ini terjadi karena luruhnya kesadaran akan keragaman dan hilangnya ruang publik sebagai ajang negosiasi dan ruang pertukaran komunikasi bersama atas dasar solidaritas warganegara. Demokrasi kemudian hanya menjadi jalur antara bagi hadirnya pengukuhan egoisme kelompok dan partisipasi politik atas nama pengedepanan politik komunal dan pengabaian terhadap hak-hak sipil warganegara serta pelecehan terhadap supremasi hukum.

Dalam perspektif itulah, reaktualisasi Pancasila diperlukan untuk memperkuat paham kebangsaan kita yang majemuk dan memberikan jawaban atas sebuah pertanyaan akan dibawa ke mana biduk peradaban bangsa ini berlayar di tengah lautan zaman yang penuh tantangan dan ketidakpastian? Untuk menjawab pertanyaan itu, kita perlu menyegarkan kembali pemahaman kita terhadap Pancasila dan dalam waktu yang bersamaan, kita melepaskan Pancasila dari stigma lama yang penuh mistis bahwa Pancasila itu sakti, keramat dan sakral, yang justru membuatnya teraleinasi dari keseharian hidup warga dalam berbangsa dan bernegara. Sebagai sebuah tata nilai luhur (noble values), Pancasila perlu diaktualisasikan dalam tataran praksis yang lebih ‘membumi' sehingga mudah diimplementasikan dalam berbagai bidang kehidupan.

Para hadirin yang berbahagia,

Sebagai ilustrasi misalnya, kalau sila kelima Pancasila mengamanatkan terpenuhinya "keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia", bagaimana implementasinya pada kehidupan ekonomi yang sudah menggobal sekarang ini?

Kita tahu bahwa fenomena globalisasi mempunyai berbagai bentuk, tergantung pada pandangan dan sikap suatu Negara dalam merespon fenomena tersebut. Salah satu manifestasi globalisasi dalam bidang ekonomi, misalnya, adalah pengalihan kekayaan alam suatu Negara ke Negara lain, yang setelah diolah dengan nilai tambah yang tinggi, kemudian menjual produk-produk ke Negara asal, sedemikian rupa sehingga rakyat harus "membeli jam kerja" bangsa lain. Ini adalah penjajahan dalam bentuk baru, neo-colonialism, atau dalam pengertian sejarah kita, suatu "VOC (Verenigte Oostindische Companie) dengan baju baru".

Implementasi sila ke-5 untuk menghadapi globalisasi dalam makna neo-colnialism atau "VOC-baju baru" itu adalah bagaimana kita memperhatikan dan memperjuangkan "jam kerja" bagi rakyat Indonesia sendiri, dengan cara meningkatkan kesempatan kerja melalui berbagai kebijakan dan strategi yang berorientasi pada kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Sejalan dengan usaha meningkatkan "Neraca Jam Kerja" tersebut, kita juga harus mampu meningkatkan "nilai tambah" berbagai produk kita agar menjadi lebih tinggi dari "biaya tambah"; dengan ungkapan lain, "value added" harus lebih besar dari "added cost". Hal itu dapat dicapai dengan peningkatan produktivitas dan kualitas sumberdaya manusia dengan mengembangkan, menerapan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dalam forum yang terhormat ini, saya mengajak kepada seluruh lapisan masyarakat, khususnya para tokoh dan cendekiawan di kampus-kampus serta di lembaga-lembaga kajian lain untuk secara serius merumuskan implementasi nilai-nilai Pancasila yang terkandung dalam lima silanya dalam berbagai aspek kehidupan bangsa dalam konteks masa kini dan masa depan. Yang juga tidak kalah penting adalah peran para penyelenggara Negara dan pemerintahan untuk secara cerdas dan konsekuen serta konsisten menjabarkan implementasi nilai-nilai Pancasila tersebut dalam berbagai kebijakan yang dirumuskan dan program yang dilaksanakan. Hanya dengan cara demikian sajalah, Pancasila sebagai dasar Negara dan sebagai pandangan hidup akan dapat ‘diaktualisasikan' lagi dalam kehidupan kita.

Memang, reaktualisasi Pancasila juga mencakup upaya yang serius dari seluruh komponen bangsa untuk menjadikan Pancasila sebagai sebuah visi yang menuntun perjalanan bangsa di masa datang sehingga memposisikan Pancasila menjadi solusi atas berbagai macam persoalan bangsa. Melalui reaktualisasi Pancasila, dasar negara itu akan ditempatkan dalam kesadaran baru, semangat baru dan paradigma baru dalam dinamika perubahan sosial politik masyarakat Indonesia.

Para hadirin yang saya hormati,

Oleh karena itu saya menyambut gembira upaya Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang akhir-akhir ini gencar menyosialisasikan kembali empat pilar kebangsaan yang fundamental: Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI. Keempat pilar itu sebenarnya telah lama dipancangkan ke dalam bumi pertiwi oleh para founding fathers kita di masa lalu. Akan tetapi, karena jaman terus berubah yang kadang berdampak pada terjadinya diskotinuitas memori sejarah, maka menyegarkan kembali empat pilar tersebut, sangat relevan dengan problematika bangsa saat ini. Sejalan dengan itu, upaya penyegaran kembali juga perlu dilengkapi dengan upaya mengaktualisasikan kembali nilai-nilai yang terkandung dalam keempat pilar kebangsaan tersebut.

Marilah kita jadikan momentum untuk memperkuat empat pilar kebangsaan itu melalui aktualisasi nilai-nilai Pancasila sebagai weltanschauung, yang dapat menjadi fondasi, perekat sekaligus payung kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan membumikan nilai-nilai Pancasila dalam keseharian kita, seperti nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai permusyawaratan dan keadilan sosial, saya yakin bangsa ini akan dapat meraih kejayaan di masa depan. Nilai-nilai itu harus diinternalisasikan dalam sanubari bangsa sehingga Pancasila hidup dan berkembang di seluruh pelosok nusantara.

Aktualisasi nilai-nilai Pancasila harus menjadi gerakan nasional yang terencana dengan baik sehingga tidak menjadi slogan politik yang tidak ada implementasinya. Saya yakin, meskipun kita berbeda suku, agama, adat istiadat dan afiliasi politik, kalau kita mau bekerja keras kita akan menjadi bangsa besar yang kuat dan maju di masa yang akan datang.

Melalui gerakan nasional reaktualisasi nilai-nilai Pancasila, bukan saja akan menghidupkan kembali memori publik tentang dasar negaranya tetapi juga akan menjadi inspirasi bagi para penyelenggara negara di tingkat pusat sampai di daerah dalam menjalankan roda pemerintahan yang telah diamanahkan rakyat melalui proses pemilihan langsung yang demokratis. Saya percaya, demokratisasi yang saat ini sedang bergulir dan proses reformasi di berbagai bidang yang sedang berlangsung akan lebih terarah manakala nilai-nilai Pancasila diaktualisasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Demikian yang bisa saya sampaikan. Terimakasih atas perhatiannya.

Wassalamu ‘alaikum wr wb.

Pesan Tersirat :

Sumber : http://besteasyseo.blogspot.com/2011/06/isi-pidato-bj-habibie-peringatan-hari.html
Read More … Dahsyatnya Pidato Habibie tentang Pancasila
 

Free Blog Templates

Blog Tricks

Easy Blog Tricks

bukan blog koruptor

perangi korupsi
dari dirimu sendiri
©  Grunge Theme Copyright by Paguyuban NASIONALIS Kab Malang | Template by Blogger Templates | Blog Trick at Blog-HowToTricks