Pesan Tersirat :
Check
perkumpulan yg bersifat kekeluargaan, didirikan orang-orang yg sepaham (pencinta nusa dan bangsa Indonesia) untuk membina persatuan (orang yg memperjuangkan kepentingan bangsanya) di atas kepentingan kelompok, suku, ras, agama, golongan PANCASILA, UUD 45, MERAH PUTIH, NKRI
Nasionalis.kabmalang |
Saya bisa membayangkan dengan baik sulitnya mengevakuasi pesawat Susi Air yang jatuh di pedalaman Papua bebetapa waktu lalu. Lokasi itu begitu terjal, penuh gunung, dan lembah yang curam. Tidak jauh dari lembah terjal yang dengan susah payah saya kunjungi bulan lalu. Yakni, ketika saya dan rombongan PLN harus berjalan kaki 15 km dari Wamena ke wilayah atas Kabupaten Yahukimo, mencari lokasi ideal untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga air (PLTA).
Ketika berada di lokasi itu saya sering mendongak karena ada pesawat yang lewat. Rupanya di atas lokasi itu merupakan jalur penerbangan yang baik untuk keluar dari lembah Wamena. Lokasi ini berada di sela-sela gunung. Memang, setiap pesawat yang hendak keluar atau masuk Wamena harus mencari celah-celah di antara gunung-gunung tinggi di sekeliling Wamena.Di kawasan itu kita bisa terkaget-kaget ketika pesawat keluar dari awan tiba-tiba ada tebing gunung tinggi di sebelah jendela. Itu saya alami sendiri ketika hendak mendarat di Wamena bulan lalu. Pesawat masih berada di dalam kegelapan awan ketika pilot mengumumkan kita segera mendarat. Saya pikir mau mendarat di mana? Wong tidak kelihatan apa-apa begini. Eh, tidak lama kemudian pesawat keluar dari awan dan seperti tiba-tiba berada di samping tebing puncak gunung yang terjal. Rasanya ngeri-ngeri asyik.
Yang membuat hati saya tetap tenang adalah ini; pesawat ini, Susi Air, dalam sejarahnya belum pernah mengalami kecelakaan. Pemiliknya, Susi yang saya kenal baik, selalu membanggakan itu. Pesawat ini sejenis dengan yang jatuh itu (atau jangan-jangan memang itu?) adalah pesawat yang masih relatif baru. Baru berumur empat tahun. Toh, saya sering naik pesawat yang umurnya sudah lebih 30 tahun. Seperti Boeing 737-200 atau MD80 itu.
Yang juga membuat saya tenang, Susi Air menempatkan banyak pesawat jenis ini di Papua, yang berarti perhatian terhadap perawatannya sangat baik. Bahkan, Susi Air adalah pemilik terbanyak kedua di dunia untuk pesawat jenis Caravan ini, setelah FedEx AS. Yang juga menambah ketenangan saya adalah (Ini sikap yang saya sadari kurang baik, dan kelihatan lebih kurang baik setelah terjadinya kecelakaan itu) pilot-pilotnya orang bule.
Susi Air memang punya kebijakan hanya mempekerjakan pilot asing untuk 38 pesawatnya. Pilot-pilot Susi Air, ujar Susi kepada saya suatu saat, mau mengerjakan semua hal yang terkait dengan pesawatnya: mengangkat bagasi, menutup pintu, mencuci pesawat, dan menjadi pramugarinya sekalian. Ini sama dengan sikap Susi sendiri yang senang mengerjakan apa saja. Meski seorang bos besar, dia biasa melakukan pekerjaan yang remeh-temeh.
Pernah saya terbang dengan Susi Air dari Dobo di Maluku Tenggara. Di situlah saya pertama kenal dengan dia. Semula saya pikir dia karyawan biasa. Dia bertindak seperti petugas ground dan ketika ikut terbang di psesawat itu dia yang melayani penumpang. Saya kagum ketika akhirnya tahu dialah bos besar Susi Air. Orangnya cekatan, cerdas, antusias, bicaranya blak-blakan, suaranya besar, agak parau, dan sangat tomboi.
Susi sangat bangga menjadi wanita Sunda yang lahir dan besar di Pangandaran, pantai selatan Jabar, yang bisa menjadi bos dari begitu banyak orang asing. Dia juga begitu bangga bisa mengabdi untuk republik dengan pesawat-pesawatnya. Baik sebagai jembatan daerah terisolasi maupun saat menjadi relawan waktu tsunami. Dia juga begitu bangga dengan desa kelahirannya, sehingga kantor pusat Susi Air dia pertahankan tetap di Desa Pangandaran yang jauh dari Jakarta. Termasuk di desa itu pula pusat pelatihan pilot dan peralatan simulasinya yang canggih.
Dari Pantai Pangandaran memang Susi jadi orang. Yakni, ketika awalnya dia mulai mencoba menampung udang hasil tangkapan nelayan di desanya yang kualitasnya begitu tinggi. Lalu dia kirim ke Jakarta. Lalu dia ekspor. Lalu dia mengalami kesulitan karena tak ada sarana yang bisa mengangkut udang Pangandaran dengan cepat dan dalam keadaan masih hidup sudah tiba di Jakarta atau Singapura. Lalu, demi udang nelayan Pangandaran itu dia sewa pesawat. Lalu beli pesawat. Lalu beli lagi dan beli lagi hingga mencapai 38 buah. Lalu bikin perusahaan penerbangan.
Saya begitu sering menggunakan jasa Susi Air. Banyak rute yang penerbangan lain tidak mau, dia terbangi. Misalnya, Jakarta-Cilacap. Atau Medan-Meulaboh. Atau antarkota kecil di Papua. Sebagai orang yang kini harus memikirkan listrik sampai ke seluruh pelosok negeri yang terpencil, saya ikut berterima kasih kepada Susi.
No
|
Wakil Presiden
|
Mulai menjabat
|
Selesai menjabat
|
Partai
|
Presiden
|
Periode
| |||
1
|
Mohammad Hatta
|
18 Agustus 1945
|
19 Desember 1948
|
PNI
|
Soekarno
|
1
| |||
Lowong
|
19 Desember 1948
|
13 Juli 1949
|
-
|
Syafruddin Prawiranegara(Ketua PDRI)
| |||||
Mohammad Hatta
|
13 Juli 1949
|
27 Desember 1949
|
PNI
|
Soekarno
| |||||
Lowong
|
27 Desember 1949
|
15 Agustus 1950
|
-
|
Soekarno(Presiden RIS)
| |||||
Assaat(Pemangku Sementara
Jabatan Presiden RI) | |||||||||
Mohammad Hatta
|
15 Agustus 1950
|
1 Desember 1956
|
PNI
|
Soekarno
| |||||
-
|
Lowong[1]
|
1 Desember 1956
|
22 Februari 1967
|
-
| |||||
22 Februari 1967
|
27 Maret 1968
|
Soeharto(Pejabat Presiden)
| |||||||
27 Maret 1968
|
24 Maret 1973
|
Soeharto
|
2
| ||||||
2
|
Hamengkubuwana IX
|
24 Maret 1973
|
23 Maret 1978
|
Nonpartisan
|
3
| ||||
3
|
Adam Malik
|
23 Maret 1978
|
11 Maret 1983
|
Golkar
|
4
| ||||
4
|
Umar Wirahadikusumah
|
11 Maret 1983
|
11 Maret 1988
|
Golkar
|
5
| ||||
5
|
Soedharmono
|
11 Maret 1988
|
11 Maret 1993
|
Golkar
|
6
| ||||
6
|
Try Sutrisno
|
11 Maret 1993
|
11 Maret 1998
|
Golkar
|
7
| ||||
7
|
Bacharuddin Jusuf Habibie
|
11 Maret 1998
|
21 Mei 1998
|
Golkar
|
8
| ||||
-
|
Lowong[2]
|
21 Mei 1998
|
20 Oktober 1998
|
-
|
Bacharuddin Jusuf Habibie
| ||||
8
|
Megawati Soekarnoputri
|
20 Oktober 1999
|
23 Juli 2001
|
PDIP
|
Abdurrahman Wahid
|
9
| |||
9
|
Hamzah Haz
|
26 Juli 2001
|
20 Oktober 2004
|
PPP
|
Megawati Soekarnoputri
| ||||
10
|
Muhammad Jusuf Kalla
|
20 Oktober 2004
|
20 Oktober 2009
|
Partai Golkar
|
Susilo Bambang Yudhoyono
|
10
| |||
11
|
Boediono
|
20 Oktober 2009
|
Sedang menjabat
|
Nonpartisan
|
11
|