Politisasi Pancasila



Amalkan Pancasila Mulai Diri Sendiri

Oleh : Paulus Mujiran, S.sos, Msi | 01-Okt-2011, 09:27:10 WIB
KabarIndonesia - Menyambut peringatan Hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober perbincangan mengenai Pancasila berada pada titik nadir terendah. Penghapusan pendidikan Pancasila dari jenjang pendidikan dasar sampai perguruan tinggi membuat Pancasila hilang dari percaturan. Penghapusan pendidikan Pancasila menjadi negeri ini seolah berjalan menuju ketidakpastian. Sebentar lagi peringatan hari kesaktian Pancasila pun hanya tinggal kenangan.

Dihapuskannya Pendidikan Pancasila menyebabkan berkembangnya paham radikalisme, melunturnya semangat toleransi dan kegotong-royongan, serta berkembang suburnya ketidakadilan. Rakyat dan terutama generasi muda seperti tidak punya pegangan. Paham radikalisme yang merupakan anak kandung aksi-aksi terorisme juga berkembang pesat..

Penghapusan Pendidikan Pancasila di satu sisi dan pada sisi yang lain politisasi Pancasila menjadi sebab makna sila-sila Pancasila kian memudar. Celakanya politisasi Pancasila terus dilakukan elit kekuasaan sejak era Orde Lama hingga era Orde Baru bahkan di era reformasi. Bentuknya memberangus sila-sila yang terkandung dalam Pancasila sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan sendiri.
Pada era Orde Lama Pancasila ditempatkan sebagai menara gading yang menjadi pusat devosi anak-anak bangsa.

Hari lahir Pancasila dan ketokohan Sukarno sebagai penggagas Pancasila demikian dibesar-besarkan hingga terdapat kesan bahwa antara Pancasila dan Sukarno tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Hari lahirnya Pancasila 1 Juni diperingati sebagai peringatan wajib.

Meski terkesan menjunjung tinggi Pancasila namun pada kenyataan para elit waktu itu pun tidak menghargai Pancasila. Ini tampak misalnya dalam perubahan bentuk negara yang terang-terangan berlawanan dengan nilai dan semangat yang terkandung dalam Pancasila yakni Persatuan Indonesia.

Berkembangnya Partai Komunis Indonesia (PKI) juga menjadi bukti tidak dihayatinya sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Penyimpangan kekuasaan seperti Demokrasi Terpimpin menjadi bukti Pancasila di era Orde Lama hanyalah dijadikan simbol namun tidak mampu menyentuh elit politiknya. Kemiskinan dan kesenjangan sosial tetap merata pada era ini.

Demikian pun beralih pada era Orde Baru Soeharto masih mempergunakan Pancasila sebagai jargon politiknya. Hanya bedanya pada permulaan Orde Baru berkuasa, Soeharto melakukan desukarnoisasi dengan mengubur hidup-hidup semua yang berbau Sukarno termasuk Pancasila. Maksud Soeharto melakukan desukarnoisasi adalah menghilangkan ingatan anak-anak bangsa ini akan Sukarno yang dipandang menjadi rival penting Orde Baru.
Peringatan hari lahir Pancasila 1 Juni pun dilarang oleh Komkamtib dan digantikan dengan peringatan hari kesaktian Pancasila pada 1 Oktober.

Soeharto menjadikan 1 Oktober 1965 sebagai tonggak penting karier politiknya. Tidak berhenti sampai disitu saja Soeharto menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal. Pengajaran Pancasila diwajibkan di semua jenjang pendidikan melalui indoktrinasi.
Ancaman komunisme dibesar-besarkan dengan doktrin bernama Penataran P-4 yang lebih bernuansa pemaksaan agar semua mendukung Soeharto dan Orde Barunya. Pancasila di era Orde Baru ditempatkan di menara gading yang tidak tersentuh. Sejarah pun dibelokkan hanya demi kepentingan rezim. Semua yang berani mengutak-atik Pancasila pasti dibinasakan.

Soeharto jatuh pada 21 Mei 1998 beralih kepada orde reformasi. Tidak kalah trengginas dengan orde sebelumnya agar mendapat dukungan dan simpati rakyat semua yang berbau Orde Baru termasuk Pancasila ditanggalkan. Mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) dihapuskan dan digantikan dengan pelajaran Kewarganegaraan. Penataran P-4 yang wajib diadakan pada era Orde Baru dihilangkan. Model pengajaran yang menekankan pada hafalan ini terbukti tidak mampu membentuk karakter dan perilaku peserta didik.

Undang-Undang No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional merupakan satu-satunya produk yuridis di era reformasi yang merestui Pendidikan Pancasila dihilangkan dari kurikulum pendidikan sejak sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Kini ketika Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berada dalam ancaman seperti maraknya aksi terorisme dan berkembangnya ideologi radikal seperti Negara Islam Indonesia (NII) semua orang lantas berpaling diperlukannya Pendidikan Pancasila dalam kurikulum pengajaran di sekolah.

Tentu saja kerinduan akan pendidikan Pancasila harus direspon dengan positif. Memberi tempat kepada Pancasila tentu saja harus dilihat bahwa perjalanan panjang Pancasila hingga menjadi dasar negara harus digali dari saripati sejarah yang panjang termasuk warisan nenek moyang. Pengajaran Pancasila dapat diberikan dengan kemasan baru yang bukan sekedar hafalan yang kering namun lebih mengena dengan kejiwaan peserta didik.

Pendidikan Pancasila harus diberikan kemasan baru dan aplikatif ketika hendak diajarkan kembali di sekolah-sekolah. Selain harus aplikatif Pendidikan Pancasila harus dalam kemasan baru tidak dalam rangka mengubur rezim yang dipandang tidak sesuai dengan rezim sekarang. Tidak boleh bahwa Pancasila pada masa lalu dipandang lebih buruk dibandingkan dengan Pancasila pada masa-masa sekarang ini.

Biarkan peserta didik menilai sendiri perjalanan sejarah bangsanya dan mengambil poin-poin penting yang berguna dalam kehidupannya kelak. Pendidikan Pancasila dapat diberikan kepada peserta didik dengan berdiri sendiri atau terintegrasi dengan mata pelajaran lain. Dengan pendidikan menjadi kesempatan sosialisasi nilai-nilai Pancasila kepada generasi muda. (*)


Paulus Mujiran, Ketua Pelaksana Yayasan Kesejahteraan Keluarga Soegijapranata, tinggal di Semarang



Blog: http://www.pewarta-kabarindonesia.blogspot.com/



Pesan Tersirat :

Check

Dapatkan informasi lain di web

0 komentar :

 

Free Blog Templates

Blog Tricks

Easy Blog Tricks

bukan blog koruptor

perangi korupsi
dari dirimu sendiri
©  Grunge Theme Copyright by Paguyuban NASIONALIS Kab Malang | Template by Blogger Templates | Blog Trick at Blog-HowToTricks